ULTIMUM REMEDIUM ADALAH UPAYA TERAKHIR DALAM MELAKUKAN TINDAK PIDANA
ULTIMUM REMEDIUM ADALAH UPAYA TERAKHIR DALAM MELAKUKAN TINDAK PIDANA
Penulis: Dr. (c) Syarif Hamdani Alkaf, S.H., M.H.
KAL- SEL – Ultimum remedium adalah asas yang mengatakan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum.
Ultimum remedium merupakan salah satu asas yang terdapat di dalam hukum pidana Indonesia,dalam hal ini artinya apabila suatu perkara dapat diselesaikan melalui jalur lain seperti kekeluargaan, musyawarah,negosiasi, ataupun mediasi hendaklah jalur tersebut terlebih dahulu dilalui.
Ultimum remedium merupakan istilah yang menggambarkan suatu sifat hukum,yakni sebagai pilihan atau alat terakhir ,Van de Bunt mengemukakan bahwa” Hukum pidana sebagai ultimum remedium memiliki tiga makna, yaitu :
a. Penerapan hukum pidana hanya terhadap orang yang melanggar hukum secara etis sangat berat.
b. Hukum pidana sebagai ultimum remedium karena sanksi hukum pidana lebih berat dan lebih keras daripada sanksi bidang hukum lain, bahkan sering membawa dampak sampingan, maka hendaknya diterapkan jika sanksi bidang hukum lain tidak mampu menyelesaikan masalah pelanggaran hukum (obat terakhir).
c. Hukum pidana sebagai ultimum remedium karena pejabat
administrasilah yang lebih dulu mengetahui terjadinya pelanggaran. Jadi merekalah yang diprioritaskan untuk mengambil langkah-langkah dan tindakan daripada penegak hukum pidana.
Dikatakan oleh Muzakir seorang Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta,menjelaskan ” Polisi atau lembaga kepolisian masuk dalam lembaga penyaring perkara atau dalam bahasa hukumnya memiliki kewenangan diskresi, Artinya, keputusan untuk menyelesaikan suatu perkara dapat dilakukan di luar sidang.
“Penyaringan perkara itu biasanya kalau isu atau perbuatan itu sudah
memenuhi unsur-unsur delik, masih harus bertanya lagi, pantas nggak laporan itu dibawa ke pengadilan dan ini yang disebut namanya penyaringan perkara” ujar Muzakir.
Selain itu, lanjutnya, unsur berat atau ringannya nilai kerugian yang ditimbulkan dalam sebuah perkara, serta resiko positif dan negatif yang ditimbulkan menjadi hal penting yang perlu diperhatikan oleh pihak kepolisian sebelum memasukkan suatu laporan ke dalam proses hukum dan apakah cukup diselesaikan secara damai di luar sidang, dan sebagainya ” Jelasnya.
Dalam hal ini Dr. (Cand) Syarif Hamdani Alkaf., S.H., M.H, berikan pendapatnya” Sebagai seorang yang mengerti akan hukum ketika ada masalah sebaiknya di pertimbangkan untuk melaporkan ke polisi, melainkan agar upaya melakukan cara lain terlebih dahulu seperti halnya membuat somasi yang dikirimkan ke oknum yang melakukan tindak pidana, mediasi, mempelajari dan menganalisa unsur-unsur peristiwa dan akibat
hukum.
Namun ketika mediasi sudah tidak menemukan titik temu baru untuk
melanjutkan perkaranya ke pihak kepolisian sebab ujaran kebencian maupun penghinaan adalah delik aduan.
Perlu diketahui dalam delik aduan mengutamakan penyelesaian
di luar pengadilan. Sehingga perlu diperhatikan,apakah perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur untuk di laporkan ke pihak kepolisian atau tidak ” Tutupnya.