*”Tempuh Langkah Hukum, CV Jagor Jaya Laporkan Dugaan Pidana Penempatan Pekarangan Tanpa Izin”*
KEBUMEN, -.
Kumparan88news.com.–
Marwansono Tjo pihak CV Jagor Jaya dengan tegas mempuh jalur hukum dengan membuat laporan atas dugaan tindak pindana menempati pekarangan tanpa izin, dengan pasal 167 (KUHP) ke Polsek Rowokele Kabupaten Kebumen – Jawa tengah, pada 19 November 2024 lalu.
Menurut Agus Darma Wijaya selaku kuasa dari CV Jagor Jaya, laporan tersebut ditempuh lantaran objek pengalihan hak atas tanah dan bangunan seluas 245 meter persegi milik Samirin dan Nurhayati (almarhum) sebagai pengganti permasalahan hutang piutang kepada pihak CV Jagor Jaya, yang kini dikuasai dan diklaim sebagai milik Wiwin (Keponakan Samirin).
“Proses jual beli tanah ini dilakukan di hadapan Notaris Muhammad Hilman Hakim, SH, M.Kn., dengan nomor akta 14 tertanggal 24 Juni 2014 kepada CV Jagor Jaya. Tapi Wiwin mengklaim bahwa tanah tersebut telah dibeli keluarganya sejak tahun 2010 melalui transaksi di desa dengan saksi kepala desa dan perangkat setempat, ujarnya, pada Jumat 20 Desember 2024, kepada media.
Dirinya juga menerangkan, bahwa pengalihan objek pengalihan hak atas tanah dan bangunan seluas 245 meter persegi tersebut berdasarkan kesepakatan pembayaran hutang piutang sebesar Rp. 385 juta kepada pihak CV Jagor Jaya.
Ia juga menyebut, dokumen jual beli yang dimiliki keluarga Wiwin diduga tidak sah, lantaran tidak melibatkan Samirin sebagai suami sah Nurhayati, dan lemah secara hukum karena tidak memiliki dasar hukum yang tetap. Bila jual beli terjadi tanpa persetujuan kedua belah pihak, maka jual beli tersebut batal demi hukum, dan bisa dikategorikan sebagai penggelapan.
“Kami mendapati banyak kejanggalan dalam proses ini. Sertifikat tanah atas nama Nurhayati dialihkan tanpa persetujuan Samirin. Bahkan Samirin sendiri menyatakan tidak pernah menjual tanah tersebut bahkan tidsk pernah menandatangani dokumen dalam bentuk apapun terkait jual beli di desa,” tegas Agus Darma Wijaya.
Ditegaskan, bahwa sertifikat dan akta jual beli yang kami miliki sah dan telah didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
CV Jagor Jaya, bersama Samirin sebagai suami Nurhayati, tidak menutup kemungkinan akan melakukan upaya hukum lain, yaitu adanya dugaan transaksi jual beli yang tidak sah di desa tanpa melibatkan Samirin.
“Ini masuk dalam kategori penggelapan. Kami memiliki data lengkap, termasuk akta jual beli resmi. Jika mereka terus menolak, kami akan membawa kasus ini ke ranah hukum dengan pasal lain,” tegas Darma.
Darma juga menyebut, dalam praktek pengadilan, ada Putusan Mahkamah Agung No. 701K/Pdt.1977, bahwa jual beli tanah yang merupakan harta bersama disetujui pihak istri atau suami, harta bersama yang dijual suami tanpa persetujuan istri adalah tiada sah dan batal demi hukum, serta sertifikat tanah yang dibuat atas jual beli yang tidak sah tidak mempunyai kekuatan hukum.
“Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan, mengenai harta bersama suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Selain itu, tindakan menjual harta bersama tanpa persetujuan suami atau istri bisa dikategorikan sebagai tindakan penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP yang berbunyi: “Barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tanganya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun,” jelasnya.
Hingga kini, upaya hukum yang ditempuh pihak CV Jagor Jaya masih atas dugaan tidak pidana atas dugaan menempati pekarangan tanpa izin, yang tertuang pada “Pasal 167 ayat (1) KUHP Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan”.
“CV Jagor Jaya telah memberikan banyak toleransi, namun jika itikad baik tidak ada, kami siap mengambil langkah hukum selanjutnya. Hak kami atas tanah tersebut dilindungi oleh undang-undang,” tandas Darma.
Disisi lain, Samirin saat dihubungi menegaskan, bahwa dirinya tidak pernah menjual tanah tersebut. Ia mengungkapkan bahwa uang yang diberikan kepada keluarganya oleh Tusimin (pihak yang mengklaim telah membeli tanah tersebut) hanyalah pinjaman untuk kebutuhan hidup keluarganya dan biaya pendidikan anak-anak selama dirinya mendekam di penjara pada tahun 2014 lalu.
“Tanah itu tidak pernah saya jual. Semua uang dari mereka hanyalah bantuan biaya hidup saat saya di penjara. Kalau ada klaim jual beli, itu sepenuhnya tanpa sepengetahuan saya,” pungkasnya.
(*).