Gerakan Pemuda Kakbah (GPK) Aliansi Tepi Barat Padati Kantor Kemenag !

MAGELANG –
Kumparan88news.com.-
Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK) Aliansi Tepi Barat menggugah perhatian publik usai menggelar audiensi dengan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Magelang, Rabu (28/5).
Dalam forum yang berlangsung panas, GPK menyoroti berbagai dugaan pelanggaran serius dalam dunia pendidikan keagamaan, mulai dari legalitas pondok pesantren hingga kasus-kasus asusila yang mencoreng marwah lembaga keagamaan.
Komandan GPK Pujiyanto alias Yanto Pethuks, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengantongi dokumen lengkap berisi klausul penting terkait status legalitas ratusan pondok pesantren di wilayah Magelang.
Ia mempertanyakan kejelasan data, serta mendesak Kemenag agar transparan mengenai jumlah ponpes yang resmi dan yang ilegal.
Dalam pertemuan tersebut, Kepala Kemenag kabupaten Magelang Hanif Hanani, menyatakan bahwa pencabutan izin operasional ponpes bukan kewenangan instansinya.
“Namun demikian pihaknya akan berupaya mengambil sikap langkah-langkah terkait legalitas ponpes yang ada di kabupaten Magelang.” ujarnya.
Pernyataan ini langsung memicu reaksi keras dari GPK yang menilai adanya kebingungan struktural yang justru memperparah pembiaran atas pelanggaran.
“Kalau bukan Kemenag, lalu siapa? Jangan sampai publik melihat ini sebagai bentuk pembiaran sistematis terhadap pelanggaran aturan yang merugikan masyarakat,” tegas Yanto, Komandan GPK.
Hal senada juga disampaikan oleh salah satu perwakilan GPK, meminta kepada Kemenag Kabupaten Magelang melakukan langkah-langkah Konkret dalam memberikan data-data jumlah Pondok Pesantren yang Legal dan Ilegal, melakukan langkah-langkah kongkrit untuk mencegah terjadinya kembali Kekerasan Seksual di Pondok Pesantren.
Figur yang seharusnya menjadi panutan moral ini justru membawa preseden buruk dalam dunia pendidikan Islam.
“Ironis, proyek keagamaan yang semestinya menanamkan nilai-nilai moral justru dipimpin oleh sosok yang cacat etik. Ini penghinaan terhadap misi dakwah itu sendiri,” katanya.
Kami dari GPK juga mencatat bahwa sedikitnya telah terjadi tiga kasus perilaku asusila di satu kecamatan yang sama, sebuah fakta yang menggambarkan lemahnya kontrol dan pengawasan dari pihak Kemenag.
Melalui forum ini, Ahmad Sholihudin, sebagai Penasehat Hukum GPK meminta Kemenag menutup Pondok Pesantren yang sudah ada putusan inkrahnya.
“Secara tegas menuntut agar Kemenag Magelang segera mengambil langkah konkret terhadap pondok pesantren yang tidak memiliki izin resmi.” ungkapnya.
Selain itu, mereka juga mendesak agar kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia dan dugaan penyimpangan dana keagamaan diusut secara transparan dan menyeluruh.
“Ini bukan sekadar soal administrasi, ini tentang masa depan generasi dan marwah pendidikan Islam. Jangan sampai nama agama dijual murah untuk kepentingan pribadi atau kelompok,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, Kemenag belum memberikan data-data jumlah Pondok Pesantren yang berizin dan tidak berizin.(*)