Lampung Barat.-
Kumparan88news.com.-
Polemik proyek Revitalisasi Gedung SMK Negeri 1 Kebun Tebu semakin melebar dan menimbulkan tanda tanya besar. Setelah ditemukan kusen lama masih terpasang, adukan semen terlalu encer, serta pekerja proyek tidak menggunakan alat pelindung diri (APD), Kepala Sekolah Sugeng kembali melontarkan pernyataan yang memantik kontroversi.
Kepsek menjelaskan kepada tim media bahwa pihak sekolah “sudah bermitra dengan TNI”, mulai dari Kodam (perwakilan), Korem (perwakilan), hingga Koramil, bahkan menyebut nama Heriandi sebagai pihak yang bekerja sebagai pengawas di lapangan.
Pernyataan ini justru menambah kejanggalan, karena proyek revitalisasi sekolah bersumber dari APBN Tahun 2025 senilai Rp 998.294.000, 00 yang secara aturan wajib diawasi oleh konsultan pengawas profesional sesuai kontrak dan mekanisme pengadaan barang/jasa pemerintah — bukan oleh aparat teritorial.
Pengawasan Proyek: Ada Aturannya, Bukan Asal Gandeng
Jika benar terdapat pihak Koramil yang berperan sebagai “pengawas”, maka hal tersebut patut dipertanyakan secara hukum, karena:
1. Perpres Nomor 16 Tahun 2018 jo. Perpres Nomor 12 Tahun 2021
Pengawasan pekerjaan konstruksi harus dilakukan oleh penyedia jasa/konsultan pengawas yang tercantum dalam kontrak.
> Pelibatan pihak di luar kontrak berpotensi menyalahi prosedur dan membuka konflik kewenangan.
2. UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN
Menegaskan asas akuntabilitas, kepastian hukum, dan keterbukaan.
> Alasan “sudah bermitra dengan TNI” tidak otomatis membenarkan dugaan pelanggaran teknis di lapangan.
3. UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI
Tugas TNI bukan mengawasi proyek sipil pendidikan, kecuali dalam penugasan khusus sesuai peraturan perundang-undangan.
> Jika tanpa dasar hukum yang jelas, keterlibatan aparat rawan disalahartikan sebagai tameng kekuasaan.
Dalih Pengawasan Tak Menjawab Fakta Lapangan
Klaim adanya pengawasan dari Koramil tidak serta-merta menutup fakta:
Kusen lama tetap terpasang,
Mutu adukan semen diragukan,
Pekerja tanpa APD, melanggar UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan PP No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3.
Jika memang ada pengawas di lapangan, mengapa pelanggaran K3 dibiarkan?
Jika mutu pekerjaan diawasi, mengapa material lama masih digunakan pada proyek revitalisasi?
Pertanyaan-pertanyaan ini justru mengarah pada dugaan pembiaran sistematis, bukan sekadar kelalaian teknis.
Potensi Konsekuensi Hukum
Rangkaian temuan ini berpotensi menyeret pihak-pihak terkait pada:
Pelanggaran kontrak dan spesifikasi teknis (Perpres 16/2018),
Kelalaian keselamatan kerja (UU 1/1970),
Penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara (UU Tipikor Pasal 2 dan 3),
Pelanggaran prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih (UU 28/1999).
Desakan Terbuka
Tim media menegaskan:
Kemitraan dengan siapa pun tidak kebal hukum,
Nama institusi negara tidak boleh dijadikan tameng untuk menutupi dugaan penyimpangan,
Audit menyeluruh wajib dilakukan, termasuk menelusuri peran pihak-pihak di luar kontrak.
Revitalisasi sekolah seharusnya meningkatkan mutu pendidikan, bukan menghadirkan daftar panjang kejanggalan. Ketika uang rakyat, keselamatan pekerja, dan kredibilitas institusi negara dipertaruhkan, maka semua pihak wajib membuka diri — bukan berlindung di balik seragam dan dalih kemitraan.(*)









